Jumat, 10 Maret 2017

(Hati)


Layu? Ya, memang layu. Kau tahu? Karena hati perempuan mudah layu.
Tidak kah kau sadar?
Saat kau membual, berucap dengan makna rayuan.
Saat itu kau mematahkannya (hati). Berucap, bergumam, membuallah sesukamu!
Asal jangan kau berani menyentuhnya (hati). Hati seorang yang tak kau niatkan tuk berlari bersama.
Berlari? Ya berlari.
Berlari mengejar Cinta.
Berlari mengejar Kasih.
Berlari mengejar Rindu.
Andai kau tahu,
Cinta itu milik siapa?
Kasih itu milik siapa?
Rindu itu milik siapa?
Aku bersumpah atas nama Pemilik Cinta.
Pasti, kau tak kan berani berucap, membual
bahkan merayu.
Simpan rayumu, rayulah Dia.
Ucapkanlah jutaan rayu hanya pada-Nya.
Ucapkanlah, ayo! Ucapkanlah ribuan kata cintamu hanya pada-nya.
Tidak. Ya, kau tidak tahu.
Betapa Dia mencintaimu.
Simpan. Ya, simpan saja cintamu untuk-Nya.
Namun,
ku tunggu kau hingga Dia Ridho.
Hingga Dia suka, hinga Dia memercikkan cinta-Nya diantara kita.

Kamis, 09 Maret 2017

Penguasa-ku



Aku bersimpuh, mengaduh, merintih.
Mengharap apapun yang jernih.
Dari yang Maha Kasih.
Agar aku tak tertaih.

Aku berlari, memaki, meneriaki.
Mengutuk hati yang penuh dengki.
Aku mengharap cinta-nya yang hakiki.
Cinta yang ia kehendaki.

Kesana-kemari aku 'tlah berlari.
Setetes belas kasih kucari.
Hingga ku tatap sang mentari.
Sinarnya tak lagi menyinari.

Harus kemana lagi aku?
Sedihku, resahku, harapku.
Hanya pada-Mu, wahai penguasaku.
Siramilah aku dengan cinta-Mu,
agar hilang gusarku.


Selasa, 29 November 2016

HARI GINI MSIH PACARAN? HMMMM APA KATA AKHIRAT?

  Assalamualaikum ikhwan dan akhwat. Pertama-tama saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya kembila bisa memposting tulisan sederhana di blog saya ini. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita, pemimpin kita, idola kita Rasulullah SAW.
  Dalam tulisan saya kali ini, saya akan menceritakan tentang PACARAN? Pacaran itu dilarang Allah? Tentu saja iya. Lalu kenapa saya membahas PACARAN? Hmmmmm simak saja tulisan berikut ini.
  BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

TAK SEGALAU JOMBLO YANG LAIN
  Terbersit sebuah pertanyaan dalam fikiranku, “Kenapa aku nggak punya pacar sih?” Pertanyaan itu yang sering kali membuat aku malu di depan teman-teman ku. Betapa tidak, di saat temanku yang lain jalan berdua dengan pacarnya, makan berdua, ke bioskop berdua, ke mana pun diantar jemput. Udah kaya dunia serasa milik berdua deh. Sedangkan aku, ke mana-mana sendiri, makan beli sendiri, mau minum angkat galon sendiri. Maklum sih anak kost. Dan mirisnya, mau nonton ke bioskop pun harus rela nunggu jadwal teman yang kosong, mereka sibuk sama pacarnya. Pernah suatu kali aku mengajak temanku untuk nonton film terbaru di bioskop, sebut saja nama temanku adalah Mawar.
  “Maaf, minggu ini pacarku mau main ke kontrakan jadi aku nggak bisa nonton sama kamu.” Itulah jawaban si Mawar yang bikin aku gigit jari. Lalu dengan geram aku menjerit dalam hati, “Terus aku nonton sama pacar siapa? Pacar orang? Oh nooooooo.”
  Aku adalah seorang jomblowati berusia duapuluh tahun yang sedang menunggu sang jomblowan yang diutus oleh Allah untukku. Jangan ditanya berapa lama aku menjomblo, karena jawabannya sangat mencengangkan. Seokor burung terbang bisa mendadak jatuh bila mendengar jawabannya, bunga-bunga yang sedang bermekaran di taman bisa mendadak layu dan ikan yang sedang berenang bisa tenggelam, eh.
  “Sekali-kali pasang foto sama pacar dong.” Komentar seorang temanku di BBM setelah aku memasang fotoku sedang duduk sendirian di sebuah ayunan, sebut saja nama temanku itu adalah Melati. Wah, komentar ini saran atau hinaan ya? secara pacar siapa yang akan ku ajak untuk berfoto. Seandainya ku bilang, “Bolehkah pacarmu ku pinjam untuk berfoto?” pasti saja dia akan marah bagaikan harimau yang sedang tidur lalu diganggun oleh seekor kucing.
  Aku selalu ingin mendadak pingsan jika ditanya tentang pacar. Seakan itu adalah pertanyaan mengerikan untukku, bagaikan di kejar seokor semut raksasa berwarna hitam yang memiliki dua taring tajam mengkilat dan siap mencabik-cabikku. Tidak hanya itu, semut itu akan memakanku hidup-hidup jika aku tidak bisa menunjukkan siapa pacarku padanya. Seram! Jika seperti itu keadaannya, haruskah aku mencari pacar secepatnya? Agaknya itu hal yang sulit bagiku. Dengan tampang pas-pasan ini tak ada cowok tertarik padaku. Di era yang super moderen ini semua cowok ingin punya pacar cantik, keren, kaya dan mempesona. Semua cowok ingin punya pacar yang jago dandan, pakai bulu mata anti tanah longsor, eyeliner anti banjir yang diguyur air lima ember pun tidak akan luntur dan berlipstick merah merona. Pacar yang kalau pakai sepatu tingginya melebihi pohon cemara dan kalau berjalan aduhai membuat mabuk kepayang. Cowok mana yang tidak ingin punya pacar kalau pakai baju langsung jadi ternding topic di seluruh jagat raya. Lalu bagaimana nasibku yang hanya gadis bawang ini? Ah sepertinya itu hanya prinsip seorang cowok saja. Aku rasa prinsip seorang pria sejati bukan seperti itu.
  Jika ditanya apakah aku pernah pacaran, maka jawabannya belum pernah sama sekali hingga usiaku berkepala dua saat ini, menyedihkan sekali bukan? Aku sama sekali belum pernah pacaran sejak lahir. Namun jika ditanya apakah aku pernah jatuh cinta atau tidak, jawabannya adalah pernah. Hal itu berlangsung pada saat aku masih menyandang gelar sebagai seorang siswa SMA. Saat itu aku berkenalan dengan seorang teman laki-laki, sebut saja namanya Kumbang. Aku berkenalan dengannya saat kami sedang memesan minuman di kantin sekolah, kebetulan kami memesan minuman yang sama dan minuman itu hanya tinggal satu gelas karena sudah habis, dia pun mengalah untukku. Si Kumbang ini adalah sosok seorang siswa yang cerdas, sholeh, baik dan tentunya agak keren. Kenapa aku bilang agak keren? Karena dia memang tidak terlalu keren. Perkenalan kami pun berkelanjutan hingga kami sering berkirim pesan. Kami juga sering bertemu di perpustakaan karena kebetulan kami punya hobi yang sama, yaitu membaca. Sering kali aku juga menjumpainya di mushola pada pagi hari, ia meluangkan waktunya untuk sholat dhuha disaat teman yang lain sibuk bersenda gurau atau jajan di kantin, begitu juga pada waktu sholat dhuhur ia tak pernah absen. Seketika tumbuh rasa kagumku padanya. Kurasa lebih dari rasa kagum, mungkin aku jatuh cinta. Namun cinta seorang anak SMA hanyalah cinta monyet, cinta yang hanya tumbuh sebagai penghias angan-angan saja. Anak SMA belum mengerti seperti apa itu cinta yang sebenarnya.
  Satu tahun kemudian setelah kami lulus, lebih tepatnya pada tahun 2013.
  Hingga kami lulus pun aku masih sering berkomunikasi dengannya lewat pesan singkat atau tegur sapa melalui facebook. Kami bekerja di kota yang berbeda sehingga hanya dunia maya yang bisa mempererat silaturahmi kami. Entah mengapa semakin lama rasa kagum ini semakin melekat di hati, hingga tak bisa ku sangkal lagi bahwa rasa ini telah berubah menjadi rasa cinta. Namun aku pun tak pernah bisa mengungkapkan rasa cinta ini padanya. Biarlah aku menyimpannya hingga tiba saatnya untuk mengungkapkan, saat Allah telah meridhoi rasa ini terungkap.
  Aku pernah melakukan hal yang sangat bodoh dan menurutku itu adalah suatu kesalahan besar. Pernah suatu ketika teman kerjaku bertanya padaku mengenai pacar, saat itu aku adalah satu-satunya yang tak pernah mempublikasikan pacar di depan teman kerja yang lainnya. Aku merasa sangat malu karena aku tak punya pacar. Tiba-tiba si Kumbang terlintas dipikiranku, hingga aku berbohong pada mereka bahwa aku sedang berpacaran jarak jauh dengan seorang cowok bernama si Kumbang yang bekerja di Kalimantan. Saat itu hubunganku dengan si Kumbang memang hanya sebatas teman namun kami sering bertukar kabar, ia tak pernah sehari pun tak berkirim pesan untukku. Bisa dibilang kami sangat dekat dalam hubungan pertemanan, sehingga itu mempermudah jalanku untuk menciptakan rekayasa yang dapat memperdayai teman-temanku. Semakin hari kebohongan itu semakin panjang kali lebar kali tinggi. Aku mulai merasa jengah sendiri dengan kebohongan yang malah membuat perasaan magis semakin menjalar disetiap sudut hatiku, perasaan yang ku sebut cinta. Namun aku tetap tak bisa mengungkapkannya pada si Kumbang. Dan jauh di sana si Kumbang pun tak tahu bahwa di sini aku mengaku sebagai pacarnya. Aku tak tahu peristiwa apa yang akan menimpaku jika ia tahu. Akankah dia masih menganggapku teman atau kah ia akan merasa jijik padaku. Aku sempat ingin mengakhiri sandiwara ini, namun aku sudah berjalan cukup jauh. Membuatku mencptakan kebohongan-kebohongan yang lain. Dan pada akhirnya kesempatan untuk mengakhiri sandiwara itu pun datang, saat si Kumbang tak lagi pernah menghubungiku. Entah apa sebabnya sampai saat ini pun aku tak tahu.
  “Kok kamu nggak pernah cerita tentang si Kumbang lagi sih?” tanya temanku, sebut saja namanya Kamboja.
  “Oh aku udah putus.” Jawabku singkat.
  “Putus kenapa? Kok bisa sih, cerita dong.” tanyanya penuh penasaran bak kuli tinta yang sedang mengejar berita seorang pejabat beristri lima beranak tiga puluh yang korupsi dan memiliki tiga rumah mewah, sumpah napsu banget nanyanya.
  “Males ah, panjang ceritanya. Bisa tiga minggu lebih tiga hari tiga jam tiga menit tiga detik kalau diceritakan.” Kelakku. Aku bergegas pergi meninggalkan Kamboja sendiri dengan kekesalan yang memenuhi kepalanya. Jika bisa dilihat, kepalanya sedang mengeluarkan kepulan asap hitam ditambah semburan lahar panas.
  Namun aku masih merasa bersalah, tetap saja aku berbohong bahwa kini aku menyandang setatus sebagai mantan pacar si Kumbang. Aku telah menciptakan suatu kebohongan yang sangat memalukan untuk diingat. Semua itu karena aku tak ingin malu lantaran tak punya pacar. Bagai disambar petir aku aku terbangun dari mimpi buruk yang mengerikan. Allah telah membangunkanku,dimana aku sadar tak ada gunanya membangun sebuah hubungan yang dinamakan pacaran. Tak ada gunanya berharap punya pacar. Bahkan di dalam agama yang telah aku yakini sejak lahir pun tak mengindahkan apa itu pacaran. Setidaknya aku merasa lega tidak akan menciptakan kebohongan lain lagi, karena si Kumbang pun sudah tak lagi menghubungiku. Biarlah aku menyimpan perasaan ini sendiri. Ku rasa aku akan sanggup menyimpannya hingga tiba saatnya untuk terungkap.
***
  Sore hari di penghujung tahun 2015
  Musim penghujan hadir di bulan desember, sore itu hujan turun begitu derasnya seolah menghapus kebohongan yang telah ku ciptakan. Membawa pergi pula kenangan mengenai si Kumbang. Aku sudah tak pernah lagi berkomunikasi dengannya, ku rasa ia sudah punya kehidupan baru yang lebih baik, mungkin juga bersama orang lain yang jauh lebih baik dariku yang sejak dulu hanya dianggap teman olehnya.
    Ku pandangi wajahku di cermin sambil sesekali ku benarkan kain jilbabku. “Ada baiknya juga aku tak memiliki wajah cantik. Tak ada laki-laki yang tertarik padaku hanya karena kecantikanku yang justru akan menimbulkan dosa untuknya dan tentu saja untukku, yang mana telah membuatnya berdosa karena tertarik pada kecantikanku.” Lalu ku ambil sebuah bros kecil berbentuk bunga mawar berwarna pink yang ku sematkan di jilbabku. “Aku tahu sekarang mengapa aku tak pernah punya pacar sampai sekarang, itu semua karena Allah sayang padaku, Allah ingin menjagaku dari perbuatan yang tak disukai-Nya.”
  Lalu mengapa aku harus malu lantaran tak punya pacar. Mengapa pula aku harus bersedih karena tak ada seorang yang mencintaiku padahal Allah sangat mencintaiku dan menghindarkanku dari perbuatan yang sangat dibenci-Nya. Tak terasa aku meneteskan air mataku. Betapa malunya aku, selama ini hanya menyibukkan diri berharap dan berandai-andai memiliki seorang pacar yang mejagaku, mengantarku ke mana pun aku mau, membawakanku sekuntum bunga dan menuruti semua yang ku mau. Sedangkan Allah telah menjagaku dari perbuatan terlarang itu.
  Kini semua kembali pada Allah, betapa cinta-Nya menentramkan. Cinta yang kekal abadi. Cinta yang dapat memuliakan kita, bukan cinta dua insan yang sedang dimabuk cinta yang mana tengah terjerat dalam sebuah hubungan mengerikan, yaitu pacaran. Melainkan adalah cinta seorang hamba yang sedang mengharap perlindungan-Nya, pelukan-Nya serta kasih sayang-Nya. Mulai saat itu pula, ku tanamkan dalam hati bahwa aku tak akan pernah lagi berharap punya pacar. Bahkan di saat teman-teman ku semakin dekat dengan pacarnya, semakin kuat hubungan mereka, namun lagi-lagi ku kuatkan hati ini untuk tidak salah melompat pada batun yang salah. Atas izin Allah, aku menlupakan semua keinginan untuk memilikin pacar.
  Kuisi hari-hariku dengan mengikuti kajian-kajian islam, memperdalam hobi membacaku supaya semakin luas pula pengetahuanku dan tak lupa selalu kuingatkan diriku sendiri untuk teguh pada pilihanku, yaitu menjadi jomblowati hingga Allah mengutus jomblowan yang bersedia dan berani menjadikanku kekasihnya di dunia maupun di akirat. Jomblowan yang berkata, “Want you be my partner for the afterlife? Want you be a mom to my childs?” sungguh itulah yang dinamakan pria sejati. Dan tentu saja pria sejati tak akan mencari teman hidup yang sembarangan. Diibaratkan seorang anak kecil yang cerdas jika diberi permen maka ia akan memilih permen yang masih terbungkus rapat dari pada permen yang sudah terbuka bungkusnya dan dikerubuti banyak semut. Semoga aku bisa menjadi permen yang masih terbungkus itu.
  Pernah suatu ketika aku mendengar seorang ustadz di dalam sebuah majelis yang aku ikuti, ia membacakan sebuah ayat yang menurutku bisa menyentil ingatanku. Ayat itu memiliki arti, “Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” Ayat itu terkandung dalam Al Qur’an, surat Al Isra ayat 32. Dan ustadz itu juga menjelaskan bahwa pacaran adalah suatu perbuatan zina, yang mana pelakunya terlibat dalam hubungan tanpa ikatan yang sah dan setiap berbuatan yang dilakukan adalah haram, meskipun itu hanya berkirim pesan atau bertatap mata. Lagi-lagi hati ini meronta meminta pertangungjawaban pemiliknya yang dulu telah menodainya dengan pengharapan mempunyai seorang pacar. Meskipun hanya harapan, hal itu sungguh membuatku malu pada Allah yang telah melindungiku dari kegiatan pacaran. Namun aku juga tak pernah bisa memungkiri bahwa rasa cinta kian tumbuh menjalar di hati, rasa cinta yang tertuju pada seorang yang tak pernah tahu isi hati ini, seorang yang kabarnya saja tak ku ketahui. Semoga cinta ini tak membutakan jalanku untuk tetap melangkah di jalan-Nya. Aku pun berharap cinta ini tertuju pada seorang yang juga melabuhkan cinta pada-Nya. Biarkan cinta ini tersimpan rapat seperti cinta Fatimah binti Rasulullah SAW pada sang pria mulia, Ali bin Abi Thalib. Cinta yang ia simpan begitu rapat hingga setan pun tak tahu dan tak bisa menghasutnya untuk melakukan hal yang dibenci Allah. Hingga Allah mempersatukan cinta keduanya dalam ikatan penuh berkah yaitu pernikahan.
  Dalam doaku kini aku memohon pada Allah agar aku dijadikan jomblo mulia yang istiqomah dan senantiasa menjaga hati dari perbuatan yang di benci-Nya. Jika aku mampu melakukannya dengan keteguhan hati dan menjadikan setatus jomblo ini menjadi pilihan yang benar dan bukan semata-mata belum ada cowok yang bersedia meminangku sebagai pacar, sungguh aku tak akan segalau jomblo yang lainnya. Karena yang ku cari adalah pria sejati yang bersedia meminangku sebagai istri.
  Hingga sampai saat ini, Alhamdulillah aku masih dilindungi Allah dari hal mengerikan yang disebut pacaran. Semoga aku tetap istiqomah untuk menjadi jomblo karena Allah. Karena pada dasarnya Allah telah menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, tak perlu galau karena di Lauhul Mahfuz semua telah tertulis dan tinggal menunggu waktunya tiba. Tugasku hanya selalu memperbaiki diri agar tetap dicintai-Nya dan pada suatu saat nanti akan didatangkan seorang yang juga mencintaiku karena-Nya.
  Mengenai Mawar, Melati, Kumbang dan Kamboja itu hanya nama samaran saja. Aku tak bisa menulis nama mereka secara terang-terangan karena aku tak ingin timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Semoga kisah sederhanaku ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca. Aamiin Ya Rabbal Allamiin.
TIPS MENJADI JOMBLO MULIA :
1.      Percaya bahwa pacaran itu hanya fatamorgana. Karena dalam pacaran semua hanya dilandasi kebohongan. Bersikap seolah baik saat di depan pacar padahal tabiatnya tak seperti itu, mencintai pacarnya karena dia cantik/ganteng padahal semua itu akan hilang seketika dan kasih sayang dalam pacaran hanya akan seumur jagung dan kasih sayang Allah kekal abadi.
2.      Memperbanyak amalan pada Allah yang akan menghindarkan kita dari hal-hal yang dilarang-Nya. Contohnya menghadiri majelis, membaca dan mengamalkan Al Qur’an.
3.      Memantapkan hati untuk menjadikan setatus jomblo sebagai pilihan bukan karena kepepet. Kepepet karena belum ada yang mau, giliran ada yang ngajakin pacaran dengan mudahnya melepaskan setatus jomblonya dan malah terjerumus untuk menikmati indahnya dunia pacaran.
4.      Tanam dalam hati dan pikiran bahwa jadi jomblo itu mulia, mulia di hadapan Allah. Karena kita senantiasa menjaga diri kita dari perbuatan mendekati zina. Coba kita bayangkan jika suatu saat kita telah menikah dan kita bilang pada pasangan kita, “Kamu adalah yang pertama dan terakhir karena aku belum pernah pacaran dengan manusia mana pun sebelum kamu. Dan Allah telah meridhoi kita berpacaran dalam ikatan halal yaitu pernikahan.” Masya Allah betapa romantisnya kalimat itu.

5.      Senantiasa berdoa pada Allah agar kita selalu berada dalam lindungan-Nya.


Minggu, 09 Oktober 2016

SUDAH TERTULIS DI LAUH MAHFUZ



  Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
  Rasa syukur selalu saya curahkan kepada Allah SWT yang telah memberi barakah kepada saya, sehingga saya dapat kembali memposting tulisan di blog saya ini. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW, Allahumma sholli’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad.
 Kali ini saya  ingin menuliskan sebuah kisah seorang gadis yang tak pernah merasakan kemewahan dalam hidupnya, namun ia selalu bahagia meski banyak orang yang mencemoohnya. Mari kita simak. Semoga kisah ini bermanfaat untuk kita semua.
LET’S READ.......
 SUDAH TERTULIS DI LAUH MAHFUZ
  “Kini aku tahu kenapa Allah mentakdirkan aku menjadi seperti ini.” Kata seorang gadis yang tengah menyaksikan derasnya hujan dari balik kaca.
  Hujan deras sore itu mengguyur bumi dan seisinya, irama khasnya mengalun merdu bak nyanyian yang bisa membuat siapa saja terpesona. Hujan selalu saja bisa menyejukkan. Apa dikata andaikan bumi ini tak terguyur hujan? Betapa tandusnya tanah ini? Bagaimana jika tak ada ai? Bisakah umat manusia bertahan hidup? Tentu saja jawaban tepatnya adalah hujan itu suatu berkah. Itu sebabnya gadis itu menyukai hujan. Baginya hujan adalah suatu bentuk cinta dari Allah kepada umat-Nya.
  Gadis itu melamun sembari menatap derasnya air hujan yang tumbah dari langit, ia kembali teringat pada sosok kedua orangtuanya yang sangat ia cintai. Ibunya, telah berbulang pada saat ia masih belia. Dan ayahnya, kini berada di tempat yang jauh dari tempat tinggalnya sekarang, karena ia bekerja di kota yang berbeda dengan ayahnya. “Aku ingin dekat dengan bapak.” Gumam gadis itu. Somehow[1], akhir-akhir ini ia berkeinginan untuk kembali bersanding dengan ayahnya.
  “Assalamu’alaikum Zainab.” Suara seseorang menginterupsi gadis yang bernama Zainab itu dari lamunannya.
  “Wa’alaikumsalam Nada. Kau mengagetkanku saja.” Ujar Zainab kepada sahabatnya, Nada.
  “Habisnya kau sedang melamun, aku takut kau kesurupan.” Canda Nada.
  “Hus, kamu ini jangan sembarangan ngomong.” Kelak Zainab.
  “Bercanda. Sebenarnya kau ini kenapa, Zainab?”
  Zainab tak langsung menjawab pertanyaan Nada, ia kembali menatap hujan yang seolah tak ingin berhenti mengguyur gersangnya bumi ini. Zainab memilin-milin ujung kain jilbabnya. Nada sangat faham, bahwa itu adalah kegiatan Zainab ketika ia dilanda kebingungan.
  “Bagaimana kalau aku berhenti saja?” Zainab mulai angkat bicara.
  “Maksudmu?” Tanya Nada bingung.
  “Iya, aku ingin resign dari pekerjaan ini dan pulang ke kotaku. Akhir-akhir ini aku selalu merasa gelisah, entah kenapa kau jangan bertanya karena aku juga tak tahu.” Jelas Zainab.
  “Tapi kenapa? Lalu apa rencanamu jika kau resign? Hey, prestasimu di perusahaan ini begitu bagus. Come on Zainab, are you crazy? Kau ini cerdas, kau selalu punya ide cemerlang untuk perusahaan ini. You’re the best employees in this company, Zainab.” Ujar Nada panjang lebar yang kaget dengan keinginan sahabatnya untuk resign. Nada adalah seorang general manager, ia alumni universitas terbaik di Inggris, Oxford Univercity. Sementara Zainab, ia adalah seorang arsitek yang bekerja di sebuah perusahaan properti yang juga sama dengan tempat Nada bekerja.
  “Boleh aku bercerita sedikit, Nada?”
  “Ok, silahkan.”
  “Semua yang kudapat ini tak lain adalah dari peran orangtuaku. Dari kecil aku sudah biasa hidup dengan tak bergelimang harta. Ayahku hanya seorang petani sayuran. Ibuku, ia hanya seorang ibu rumah tangga yang dengan sabar mengurusa pekerjaan rumah dan anak gadisnya yang bengal ini.” Zainab membenarkan posisi duduknya dan melanjutkan lagi ceritanya, “Ibuku meninggal ketika umurku dua belas tahun, ia sakit keras. Saat itu aku benar-benar terpukul akan hal itu, dimana gadis seumurku masih butuh bimbingan seorang ibu. Aku sempat putus asa. Setelah kepergian ibuku, aku mengambil alih semua pekerjaannya, mencuci baju, membersihkan rumah bahkan memasak untuk ayahku walaupun saat itu aku belum terlalu bisa memasak.”
  Nada terlihat sangat serius mendengar cerita sahabatnya itu.
  “Sementara itu, ayahku sempat down atas kepergian ibu. Ia menjadi orang sama sekali bukan ayahku, ia malas bekerja, ia tak pernah beribadah dan ia seakan melupakan keberadaanku. Hingga biaya hidup dan sekolahku pun harus ditanggung oleh pamanku. Entahlah, mungkin saat itu ayahku depresi. Hingga beberapa tahun kemudian ia mulai bangkit dari keterpurukannya, Allah telah menolongnya.” Zainab menarik nafas panjang, ia sejenak berhenti.
  “Lalu?” tanya Nada terlihat sangat simpati dengan cerita Zainab, Zainab tak pernah menceritakan keadaan keluarganya pada Nada selama ini.
  “Sejak kecil aku tak pernah bergelimangan harta, jika aku ingin mendapatkan apa yang aku ingin aku harus berusaha dan menabung. Disaat teman-teman sebayaku sudah punya ponsel canggih diera itu, aku hanya gigit jari hingga suatu hari aku mendapatkan hadiah sebuah ponsel dari pamanku karena aku mendapat juara satu umum di sekolah. Apapun yang aku dapatkan bukan tanpa kerja keras dan usaha, Nada. Bahkan pekerjaanku saat ini.” Ujar Zainab, ia mengambil sebuah bolpoin di mejanya dan memainkannya. “Semua itu membuatku sadar bahwa Allah sangat mencintaiku. Ketika Ia memanggil ibuku untuk kembali pada-Nya aku mulai sadar bahwa Allah ingin aku menjadi gadis mandiri yang pandai mengurus pekerjaan rumah, pandai memasak dan mengurus diri sendiri. Pasti jika ibuku masih ada, aku akan menjadi gadis manja yang selalu mengandalkan ibuku dan menganggapnya sebagai asistenku yang siap melaksanakan semua keinginanku. Dan aku tak tahu juga apa jadinya jika aku terlahir dari keluarga kaya, pasti dengan mudah aku mendapatkan semua keinginanku tanpa tau bagaimana cara untuk berusaha mendapatkannya dan menganggap ayahku sebagai bank berjalanku.”
  “Lalu apa alasanmu untuk resign, Zainab?”
  “Yang pertama, aku ingin menyanding ayahku yang sekarang kian renta. Aku tak tega membiarkannya seorang diri di rumah. Bahkan ia pernah berkata padaku bahwa dia kesepian. Dan yang kedua, aku berniat membuka sebuah usaha, aku punya hobby membuat kua dan aku ingin membuka sebuah toko kue. Menurutmu bagaimana?”
  “Sejujurnya aku sedih mendengarkan utaramu tadi. Disaat kau mendapatkan puncak kesuksesanmu mengapa kau akan melepaskan begitu saja. Tak semua orang seberuntung kau, Zaianab.”
  “Ini semua hanya sebuah ujian dari Allah, kesuksesaanku ini. Aku hanya ingin mengabdi pada ayahku, ia satu-satunya orangtuaku saat ini. Lagi pula, aku sudah meminta petunjuk dari Allah melalui sholat istiqarah dan berkali-kali jawabannya adalah aku harus resign. Sebenarnya aku bukan meminta izin atau pendapatmu, aku hanya mengutarakan keinginanku. Karna sekalipun kau tak setuju, aku akan tetap resign. Maaf Nada.”
  “Baiklah Zainab, jika itu pilihanmu lakukanlah karena aku tak bisa menghalangimu.”
***
  BEBERAPA BULAN SETELAH ZAINAB RESIGN
   Zainab duduk di sebuah bangku taman yang ada di depan rumahnya. Ia sedang istirahat sejenak dari kesibukan mengurus toko kuenya yang mulai banyak pesanan. Sembari memandangi bunga-bunga yang bermekaran di pekarangan kecilnya ia teringat semasa kecil dulu ia gemar berkebun dengan ibunya. Menanam berbagai macam bunga.
  “Zainab?” tiba-tiba suara seseorang mengagetkannya.
  “Bapak?” sapa Zainab lembut.
  “Kau sedang apa, nak?”
  “Zainab sedang menyegarkan pikiran sejenak pak.”
  “Menyegarkan pikiran itu ya jalan-jalan. Makanya kamu segera cari calon suami supaya ada yang menemanimu kemana-mana.”
  Kata-kata dari ayahnya itu membuat Zainab dihantam oleh batu berukuran super besar. Mengapa ayahnya tiba-tiba membicarakan hal ini, ataukah ayahnya benar-benar mengingikan Zainab segera menikah. Ya, memang Zainab adalah wanita yang super sibuk sehingga tak ada kesempatan baginya untuk mengenal pria bahkan sejak remaja pun ia tak pernah mengenal apa itu pacarn. Dulu, ia pernah mendapat cemoohan dari temannya bahwa Zainab adalah gadis yang kurang gaul karena tak pernah punya pacar, penampilannya pun tak semodis teman gadis sebayanya sehingga tak ada teman laki-laki yang meliriknya. Zainab sempat malu, ia berusaha merias diri agar ada teman laki-laki yang menyukainya, alih-alih mendapat pacar Zainab malah mendapat marah dari paman, bibi dan ayahnya karena semenjak itu nilai sekolahnya selalu buruk, akhirnya ia mengurungkan niat untuk pacaran sampai sekarang.
  “Zainab, kau dengar bapak nak?”
  “Hah, oh iya dengar pak.”
  “Keinginan bapak hanya satu yaitu melihatmu bahagia dengan keluarga kecilmu, maka menikahlah.” Ujar ayah Zainab yang kembali meniggalkan Zainab seorang diri dengan kegamangannya.
DUA HARI SETELAHNYA
  Zainab menghadiri acara pernikahan sahabat semasa SMA dulu, Reina. Reina adalah seorang designer busana muslim sukses, ia menikah dengan seorang polisi ganteng dan santun. Membuat Zainab semakin gamang ketika ia melihat para sahabatntya sudah membangun rumah tangga dan bahkan sudah ada yang memiliki anak sementara seorang kenalan pria yang siap untuk menikahinya pun ia tak punya.
  Ketika Zainab sedang asyik ngobrol dengan teman-teman lamanya, seorang pria datang menghampiri dan menginterupsi obrolan mereka.
  “Assalamu’alaikum.” Sapa seorang pria bertubuh tegap.
  “Wa’alaikumsalam.” Sahut Zainab dan yang lainnya. Saat itu Zainab tidak terlalu menghiraukan pria itu karena ia tak merasa mengenalnya, berbeda dengan teman yang lain yang sibuk menanyakan bagaimana kabar pria itu. Zainab sibuk dengan ponselnya karena kebetulan ada pesanan kue dari seorang pelanggan.
  Hingga suara teduh pria itu mengusik Zainab, “Kalau kau bagaimana Zainab? Apa kabar?”
  “Hah, em aku baik-baik saja.” Ujar Zinab seadanya, ia sempat bingung apak pria itu juga mengenalnya. Zainab tak pernah merasa memiliki teman seperti dia sewaktu SMA dulu.
  “Kau lupa ya Zainab?” tanya Dinar, salah seorang teman Zainab. “Dia ini Fatih kelas IPA-1 dulu, kau lupa ya?” jelasnya kemudian.
  Zainab tak segera menjawab, ia mencoba memutar otaknya. Zainab mengingat satu per satu teman SMA yang pernah ia kenal dulu. Hingga ia menemukan seseorang bernama Muhammad Fatih, seorang siswa bengal dengan penampilan acak-acakan yang selalu dimarahi guru karena kenakalannya. Memori Zainab tentang seseorang yang bernama Fatih dulu sungguh jauh berbeda dengan Fatih yang sekarang ada di depannya, pria bertubuh tegap, rapi dan sangat santun tutur katanya. Wajar saja jika Zainab pangling. Namun Zainab sempat tak yakin bahwa pria itu adalah Fatih tetangga kelasnya dulu.
  “Kau sedang memikirkan apa Zaianab? Pasti kau sedang mengingat aku yang dulu sangat jauh berbeda dengan aku yang sekarang ya?” tebak Fatih.
  ‘Bagaimana dia bisa membaca pikiranku? Jangan-jangan sekarang profesinya adalah paranormal ulung.’ Gumam Zainab dalam hati. “Oh tidak. Iya aku ingat sekarang. Kau Muhammad Fatih yang dulu pernah dihukum guru karena mencoret-coret mobil kepala sekolah, kan?” jelas Zainab.
  “Nah, benar kan kau sedang mengingat kenalan-kenalanku dulu.”
  Kedua pipi Zainab memerah, dari ujung kepala sampai pangkal lehernya memanas. Zainab tak pernah merasa segugup itu di depan seorang pria.
  “Jelas saja Zainab pangling padamu, kau yang sekarang berbanding 180 derajat dengan yang dulu. Sekarang kau sudah jadi dokter hebat yang santun.” Puji seorang teman lain yang berbama Briyan.
  “Ah jangan memujiku seperti itu.” Kelak Fatih tersipu malu. “Oiya Zainab kau belum jawab pertanyaanku, apa kabarmu?” ujar Fatih pada Zainab yang masih saja sibuk dengan ponsel.
  “Alhamdulillah aku baik-baik saja.”
  “Kulihat dari tadi kau selalu sibuk dengan ponselmu, apakah ada sesuatu yang penting?” tanya Fatih.
  “Iya, di rumah ada pelanggan mau ambil pesanan kue.” Jelas Zainab.
  “Wah toko kue mu lagi kebanjiran pesanan ya?” canda salah seorang teman yang bernama Vania.
  “Alhamdulillah. Em, kalau begitu aku pulang sekarang ya, nggak enak pelangganku nunggu lama. Pamitin ke Reina dan suaminya ya. Assalamu’alaikum.” Ujar Zainab berlalu pergi tanpa mendengarkan komentar dari teman-temannya.
  MALAM HARINYA SAAT ZAINAB HAMPIR TERLELAP
  Tiba-tiba ponsel Zainab berdering, tanda ada pesan Whatsapp masuk. Zainab tak mengenali itu nomor ponsel siapa.
  “Assalamu’alaikum Zainab. Selamat malam. Maf menganggu. Aku hanya ingin memastikan kabarmu saja.” Isi pesan itu.
  Zainab tak langsung membalas pesan itu, ia mencoba melihat foto profilnya. Seorang pria memakai jas putih sedang tersenyum lepas yang tak lain adalah Fatih. Zainab sungguh terkejut. Dengan gugup dia membalas pesan itu.
  “Wa’alaikumsalam. Selamat malam. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena aku baik-baik saja.” Balas Zainab.
  “Baiklah kalau begitu. Besok aku ingin datang ke toko mu karena aku ingin pesan kue untuk ibuku. Em, Dinar sudah berikan alamat tokomu padaku. Sampai jumpa besok.” Balas Fatih.
  “Ohya, terimakasih sudah ingin pesan kue di tokoku. Sampai jumpa.” Balas Zainab.
  Tak ada balasan lagi dari Fatih. Zainab yang saat itu memang sedang kelelahan segera tidur.
  Keesokan harinya Fatih benar-benar datang ke toko kue milik Zainab dan memesan sekotak kue tart berukuran besar untuk ulangtahun ibunya. Semenjak itu, hubungan mereka semakin dekat, Fatih lebih sering datang ke toko kue Zainab untuk membeli beberapa cup cake untuk ibunya yang kabarnya suka dengan kue buatan Zainab. Zainab pun gembira karena punya pelanggan baru.
  Singkat cerita, suatu hari Fatih menemui Zainab yang sedang sibuk melayani pelanggan di tokonya, Fatih pun sabar menunggu hingga Zainab selesai. Fatih duduk di sebuah bangku di depan toko. Zainab menghampirinya setelah dirasa aktivitas toko mulai lengang.
  “Ada apa Fatih? Tumben kamu datang tanpa memberi kabar dulu. Kan aku bisa mempersiapkan dulu pesananmu sehingga kau tak perlu menunggu.”
  “Aku memang sengaja datang bukan untuk membeli kue. Ada yang ingin kubicarakan padamu.”
  Sontak degup jantung Zainab berdenyut lebih cepat, tak pernah sebelumnya ia mendengar nada bicara seserius ini dari Fatih.
  “Aku menyukaimu Zainab. Would you be my best friend forever? Would you be my partner for afterlife? Would you be my angel in His Jannah?” tutur Fatih dengan lembut dan penuh kemantapan. Sedangkan Zainab, ia sibuk menata hatinya yang sedang kalang kabut. Sekujur tubuhnya memanas.
  Dengan hati-hati Zainab menjawab, “Tolong beri aku waktu.”
  “Baiklah, maaf telah mengusik hatimu.” Kata Fatih. “Satu minggu lagi aku akan datang untuk menagih jawabanmu.” Terangnya yang kemudian pergi.
  Zainab gamang akan ucapan Fatih, tak henti-hentinya ia meminta petunjuk pada Allah melalui sholat istiqarah dan lagi-lagi ia selalu bermimpi Fatih memberinya sebuah cincin setiap kali setelah ia sholat istiqarah dan tertidur.
  Sedangkan di tempat berbeda Fatih sedang gelisah menanti jawaban dari Zainab. Sebelumnya tak ada yang tahu jika Fatih telah mengagumi Zainab sajak SMA dulu. Menurutnya Zainab adalah gadis yang manis dan santun. Zainab adalah gadis yang cerdas dan selalu mendapat juara di sekolah. Dulu ia tak berani mendekati Zainab karena ia adalah gadis yang beda dari teman gadisnya yang lain, Fatih tak sampai hati mendekatinya. Menurutnya Zainab adalah gadis istimewa. Hingga sekarang Allah menggariskan pertemuannya dengan Zainab dan kali ini ia memberanikan diri untuk mengutarakan isi hatinya.
  Keduanya sama-sama gamang.
  Singkat cerita, Zainab menerima pinangan Fatih. Mereka menikah tepat disaat umur Zainab menginjak duapuluh lima tahun, persis seperti keinginan Zainab dulu.
  Ucapan selamat mengalir dari semua keluarga, sahabat teman maupun teman dari Zainab dan Fatih pada saat resepsi pernikahan mereka. Betapa bahagia hati keduanya. Akhirnya keinginan sang ayah untuk menyaksikan pernikahan putri tercinta satu-satunya terlaksana sudah.
  “Semoga keluargamu bahagia dan selalu diberkahi oleh Allah, nak.” Kata ayah Zainab penuh kasih sayang semberi memeluk lembut putri tercintanya.
  “Terimakasih, pak. Zainab sangat menyayangi bapak.” Balas Zainab penuh kasih sayang dan hormat pada ayahnya.
***
  Zainab dan Fatih duduk di hamparan rumput di sebuah taman. Mereka sedang berlibur. Salah seorang temannya memberi mereka kado voucher berlibur ke Lisse, Belanda. Saat itu Belanda memasuki musim semi, mereka sedang berkunjung ke Keukenhof Garden, sebuah taman bunga terbesar di dunia yang memiliki tujuh juta kuntum bunga yang ditanam setahun sekali. Zainab yang amat menyukai bunga tentu saja dia sangat antusias. Apalagi di musim semi, bunga-bunga bermekaran dengan indahnya. Begitu juga Bunga Tulip, bunga khas Belanda mekar dengan sempurna.
  “Zainab, kau bahagia?”
  “Iya.”
  “Coba, kau sebutkan keistimewaanmu sebagai istriku!”
  Zainab meghela nafas panjang, “Aku tak tahu menurutmu ini istimewa atau tidak.”
  “Sebutkan saja.”
  “Kau adalah pria yang pertama kali menggenggam tanganku selain bapakku, kau adalah pria yang pertama kali mengucapkan cinta padaku selain bapakku. Dan kau adalah pria yang pertama dan terakhir yang berhasil memenang hatiku. Belum ada sebelumnya yang berhasil menodai hatiku dengan cinta palsu melalui 'pacaran'. Karena aku sama sekali belum pernah pacaran dengan pria manapun selain dirimu, dan kita pun pacaran setelah kita menikah.”
  Airmata Fatih mengalir dengan derasnya dari ujung kedua kelopak matanya.
  “Kenapa kau menangis?”
   “Sungguh kau sangat istimewa untukku. Namun maafkan jika kau bukan wanita pertama yang ku sentuh selain ibuku. Maafkan keburukanku yang dulu yang kau sendiri mengetahuinya, Sungguh aku beruntung dapat meraih hatimu. Namun aku bukan orang yang baik untukmu.”
  “Sungguh aku tak pernah melihat masalalumu. Karena kau adalah pria yang sudah ditulis oleh Allah di Lauh Mahfuz untukku. Jalani saja hidup kita yang sekarang ini. Aku mencintaimu karena-Nya.”
  “Terimakasih atas kebaikan hatimu. May i can bring you to His Jannah through my love.”
  “Aamiin.”


Kata-kata inspiratif :
   Ikhwan dan Akhwat sekalian, jangan pernah mengeluh atas apa yang telah kita dapat. Karena manusia tidak akan pernah bisa memilih untuk dilahirkan di keluarga mana, bagaimana rezekinya, siapa jodohnya dan kapan akan bertemu jodohnya. Semua itu sudah tertulis di Lauh Mahfuz. Yang harus kita lakukan adalah berusaha dan berdoa dan jangan lupa bersyukur kepada Allah SWT. Seperti firman Allah dalam QS Ar-Rahman, Ayat : “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kau dustakan?” Dalam ayat itu Allah SWT mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas apapun yang Ia berikan pada kita.
  Bagaimana perasaan ikhwan dan akhwat jika suatu hari nanti mendapat istri/suami yang mengucapkan, "kau adalah yang pertama dan terakhir dalam hidupku, belum ada sebelumnya yang berhasil menodai hatiku dengan cinta palsu melalui 'pacaran'." waaaaaaaaaw, AMZING.
  Semoga Allah selalu memberikan rahmatNya kepada kita, semoga kita dapat bertemu Rasulullah SAW di surga Allah SWT. Aamiin.


[1] Entah bagaimana (Bahasa Inggris)